Showing posts with label Bahasa Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Bahasa Indonesia. Show all posts

Sunday, November 4, 2018

Pemikiran Puisi



KESEMPATAN

Dalam Hidup yang namanya kesempatan ketiga itu tidak ada,
Yang ada melainkan kesempatan untuk terakhir kali,
Atau tidak sama sekali.....



SEMESTA (TIDAK) MENDUKUNG

Kelihatannya Laut menjadi tempatku mengadu
Kelihatannya Gunung menjadi tempatku menemukan semangat baru
Kelihatannya Engkau memperjuangkanku
Kelihatannya Semesta Mendukungmu
Kelihatannya kita akan bersatu
Tapi aku sadar bahwa itu semua baru kelihatannya.....



BUKAN MILIK SAYA

Bukan sepenuhnya milik saya
Kenapa masih menurut?
Bukan sepenuhnya milik saya
Kenapa ingin menuntut?
Bukan sepenuhnya milik saya
Kenapa masih bergantung?
Sebenarnya, apakah kau milik saya?
Atau ilusi semata yang saya ciptakan?



BERTAHAN atau MELEPAS?

Telah ku nantikan hadirmu disini
Saat kau kembali, kau telah bersamanya...
Telah ku nantikan jawaban darimu
Saat kau kembali, kau telah dengannya...

Mungkinkah ini jawaban darimu
Setelah sekian lama ku menunggu
Ataukah ini memang jalan takdir
Harus tersakiti dan jatuh...

Oh... Tuhan beriku isyarat
Agar aku tau apa yang harus ku lakukan
Bilamana dia bukanlah jodohku,
Akupun rela
Walau ku harus pergi

by : Ines



CINTA PERTAMA

Setuju, tidak setuju
Cinta Pertama pasti
(Tidak) pernah berhasil.
Jika kata "Tidak" diatas hilang,
Terimakasih karena
telah membuatku
merasa bahwa segalanya
menjadi mungkin



DAMAI

Ada yang lebih indah dari sekedar mencintai
Yaitu berdamai dengan diri sendiri
Menerima bahwa mencintai tidak harus memiliki
Melihatnya bahagia bersama pilihannya
Dan mencoba untuk berlapang dada
Yakinkan hati bahwa
Jika dia memang jodohmu, dia pasti kembali
Jika tidak,
Jalan seluas samudrapun akan tetap memisahkan



JERA

Tak terhitung seberapa banyak kita saling memalingkan badan satu sama lain
Merasa tidak ada perubahan terhadap keduanya
Mulai berjuang sendirian dan saling berperang
Mencoba untuk memahami satu sama lain
Namun kau tak sadar bahwa kita saling meninggikan ego masing-masing
Membiarkan diri untuk melarikan diri
Merasa butuh, namun melawan kemunafikan
Membohongi diri sendiri
Menyiksa diri sendiri
Menahan rindu yang tiap hari semakin menggebu
Memikirkan yang mungkin tidak dia pikirkan
Mengkhawatirkan yang mungkin, dirinya sendiripun tidak menginginkan
Menghargai keberadaannya walau terkadang merasa diabaikan



Sunday, March 1, 2015

Resensi Cerpen Buku Selamanya Cinta

Resensi Cerpen 

Judul Buku : Selamanya Cinta 


A. Identitas Cerpen

1.) Judul Cerpen : Dunia Hanya Seluas Daun Kelor

2.) Pengarang      : Roidah

3.) Penerbit          : ©Diva Press

4.) Tebal Buku     : 236 Halaman

5.) Cetakan           : Cetakan Pertama Januari 2005

6.) Penerjemah     : -

7.) Cerpen yang diresensi : Dari Halaman 57 s/d 73


B. Pendahuluan
     Roidah,pengarang wanita kelahiran Padang, 6 April 1975, ini sangat akrab dengan dunia jurnalistik. Memanatkan pendidikan S-1 di Fakultas Sastra Universitas Andalas (Unand). Berbagai karir pernah dan sedang ditekuninya, mulai dari Communication Specialist/Humas di Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi melalui Program The Habitat and Resource Management for the Kubu (2002-2004) bekerjasama dengan Norwegia Rain Forest, Communication Specialist/Humas di Komunitas Lankan Budaya Indonesia (KLBI) Padang Sumatera Barat (2004-kini), editor Buletin Alam Sumatera (2002-2004), wartawan Harian Umum Singgalang (2001-2002) hingga asisten Redaktur Pelaksana Harian Umum Suara Riau (1999), staf PT Andalas Global Press (1999-2001) dan terakhir sebagai koresponden Majalah Alkisah Aneka Yess! Jakarta untuk wilayah Sumatera Barat (2004-kini). 

     Pendidikannya dan pergaulannya yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis menghantarkannya menghasilkan beragam jenis karya tulis. Sebagian telah dipublikasikan di berbagai media massa. Novelnya yang telah diterbitkan, Love Me, Save Me. . . (DIVA Press, 2004). Sambil tetap berkecimpung secara aktif dalam berbagai kegiatan organisasinya, kini dia sedang serius merampungkan sebuah novel ChickLit yang direncanakan berjudul, Jangan Lari Dariku. 


C. Isi Cerpen (Sinopsis)

     Suatu hari di perjalanan pulang dari Kampus, Ika memberhentikan sebuah bis untuk ditumpanginya sampai rumah. Saat didalam bis, penanya terjatuh dari kursi yang didudukinya. Lalu terdengar suara deheman disebelah kanan, segera dirapikan kembali duduknya tanpa memungut pena tersebut. 

     “Hem!” getar suara itu lagi untuk kedua kalinya. Ika melirik pemilik suara. Hop! Dia lagi! Rasanya ingin kuterjang tubuh besarnya lalu lari melesat ke bangku lain atau malah melompat dari bis kalau saja tangannya yang kokoh itu tidak mencegah niatku. Kelancangannya, keisengannya, digombali dan dikejar-kejar yang membuatku menjadi kesal dan malah keki sendiri tiap kali bertemu ataupun melihatnya. Dia bilang kalau tindakkannya saat itu tidak disengaja. Teman-temannya yang mengajarinya, blaa...bla... aku tak menanggapi penjelasannya. Namun aku jadi tenggelam pada peristiwa yang diungkitnya itu. 

       Yaaa.. lelaki yang duduk disampingku ini. Lelaki yang memaksaku untuk berkenalan. Lelaki yang tempo hari saat dikelas melemparkan secarik kertas kepadaku yang bertuliskan “Kamu manis, mau gak jadi cewekku?” . Aku melongok ke belakang, samping kiri dan kanan mencari si penulis kalimat itu. Segerombolan cowok yang duduk dipojokan tertawa riuh. Namun aku tak kenal mereka. Maklum perkuliahan Kewiraan memang diikuti massal oleh mahasiswa, lebih dari seratusan, gabungan dari beberapa fakultas. Umumnya diikuti mahasiswa tahun satu, sehingga kami belum begitu saling mengenal alias belum tau banyak nama. 

        Dia meminta maaf kepadaku , namun aku mengabaikannya. Kusetop bis lalu turun dengan cepat, walaupun sebenarnya belum sampai ketujuan. Ku lanjutkan dengan langkah-langkah panjang. Ku pikir dia tak akan mengikutiku lagi, tapi salah. Ternyata dia ikut turun lalu terus berjalan cepat hendak menyamai langkahku. Aku mengeluh, tapi bersikap tak perduli pada upayanya itu. Namun ketika aku hendak menyebrang jalan, kurasakan tarikan kencang ditangan kiriku. Tubuhku terayun ke samping si penarik yang tak lain cowok iseng itu lagi. Dua tangannya itu tiba-tiba ikut memegangi pinggangku mungkin untuk menahan tubuhku agar tak terjerembab jatuh ke tanah karena tarikannya itu. Aku menjerit tertahan. Sebuah kijang pick up melaju kencang didepanku. Hanya berjarak beberapa jengkal dari tubuhku. 

          Sekejap kemudian segera kulepaskan tubuh dari tangan-tangan cowok gondrong itu. Mataku mulai membola dan mungkin saat ini mulai memerah juga, dadaku terasa sesak, seperti mo turun hujan dari mataku. Dia mendadak pamit, mungkin karena melihat perubahan di riak mataku itu. Kutarik nafas lega lalu dengan hati yang lapang kusetop bis yang lewat, bermaksud hendak menuju rumah. 

           Mama berkata padaku bahwa katanya, Tante Heni atau adik bontot Papa yang tinggal diMedan itu anak cowoknya kuliah juga di kampusku, tapi Mama tidak tahu dia jurusan apa. Anaknya juga tidak mau tinggal bersama Ika, dia lebih suka ngekost sendiri. Tante Heni akan ke Jakarta dua hari lagi, hari minggu. Keluarga Tante Heni memang jarang berkunjung ke Jakarta. Kalaupun pernah, tak pernah lengkap datang dengan suami dan anak-anaknya. Keluargaku juga begitu, hampir gak pernah ke Medan. Sehingga informasi tentang mereka gak begitu dekat ditelinga kami. Kecuali Bang Hardi, Mama ingat sekali anak sulung Tante Heni itu. Kata Mama anak Tante Heni yang kuliah di Jakarta itu adalah anak ketiganya. 

      Pintu kamarku diketuk bik Imah, melaporkan kalau Tante Heni dan anaknya telah sampai dirumah. Kuhentikan mengetik tugas kampus didepan komputer lalu menarik langkah keluar. Akupun berjalan mendekati mereka, anaknya Tante Heni sedang tekun mengamati majalah Kosmo Pria yang digeletakkan bang Riko dimeja ruang keluarga itu. 

          “Nah... ini lho Hen keponakan bontotmu, Ika,” suara Mama tersadar dari keasikannya bercerita tentang Papa. Langkahku sudah kian dekat ke Tante Heni dan anaknya. “Wah...Cantik sekali! Ya, Rio...ini lho sepupumu itu,” suara Tante Heni, seraya berdiri dari duduknya. Kami bersalaman. Sedangkan cowok bersama Tante Heni itu, baru beberapa detik kemudian berdiri dan berbalik mendapatiku. Mata kami bertemu. Senyumku mendadak patah dan bola mataku membola seperti hendak keluar dari tempatnya. Hal yang sama juga berlangsung di diri cowok itu, matanya tak kalah melototnya. 

          Aku berusaha menepiskan kekakuan yang tercipta, menyambut perlahan uluran tangan Rio lalu menarik kembali senyumku. Lalu ikut berbasa-basi menanyai dia seperti dia menanyaiku. 

      Yah... kami saling berpura-pura baru bertemu hari itu padahal kurasa dikepalanya saat ini melintas semua perangainya padaku yang baru kemarin masih kurasakan, diisengi, digombali, dikejar-kejar untuk kenalan! Sesekali senyum nakalnya mencuat lalu diikuti sikap groginya sambil menggrauk-garuk kepalanya. Perasaanku sendiri sekarang ini masih diantara percaya dan tidak, juga antara kesal dan berusaha memaafkan. Dialah cowok yang melempariku dengan kertas di kuliah Kewiraan serta yang membuatku hampir ditabrak kijang pick up. Tapi juga dia yang menyelamatkanku. Tak pernah terpikirkan olehku kami sepupuan. Benar juga kata pepatah, dunia ini hanya seluas daun kelor.{} 


D. Analisis Unsur
a.) Intrinsik

· Tema : Dunia ini hanya seluas daun kelor.

· Latar : - Di dalam Bis (kesal dan marah).

              - Di Aula Kampus (malu, sedih, dan marah bercampur-baur).

              - Di Jalanan (terburu-buru dan kaget nafasnya seolah terhenti).

              - Di Rumah Ika.

· Alur : Alur Maju

· Tokoh : - Ika

                - Rio (sepupu Ika)

                - Santi (sahabat Ika)

                - Mama Ika

                - Papa Ika

                - Bang Hardi (sepupu Ika)

                - Tante Heni (adik bontot Papa Ika)

                - Bik Imah (pembantu)

                - Bang Riko (Kakaknya Ika)

· Watak : - Ika : Jutek, cuek, baik, dan keras kepala.

                - Rio : Ngeselin, iseng, jail, keras kepala, lancang, penggombal, dan penyelamat.

                - Mama : baik, ramah.

                - Tante Heni : baik, ramah.

· Sudut Pandang : Orang Pertama Pelaku Utama dalam cerita.

· Amanat : Saling bersilahturahmilah terhadap keluarga sendiri yang letaknya jauh maupun dekat.


b.) Ekstrinsik

· Nilai Moral : - Jangan bersikap lancang dan tidak sopan terhadap orang yang baru dikenal.

· Nilai Sosial : - Saling tolong-menolong.

                        - Saling bersilahturahmi dan berkunjung kerumah saudara.

· Nilai Budaya : -


E. Kekurangan dan Kelebihan
a.) Kekurangan

- Bahasanya baku-baku sehingga ada yang susah dimengerti mungkin bagi pembaca.

b.) Kelebihan

- Alur dari ceritanya mudah dipahami.

- Memiliki cover judul.

- Cara penulisan cerpen rapi.


F. Penutup

     Cerpen ini sangatlah cocok untuk para remaja, karena menceritakan tentang percintaan dengan penuh perjuangan mendapatkannya namun ternyata dia adalah sepupuan jauh yang selama ini tinggal di Medan. Dari cerpen tersebut kamupun bakal banyak mendapatkan pelajaran berharga dari kisah indah didalam cerpen ini (termasuk yang sudah dewasa) untuk senantiasa berusaha memaknai masa remaja dalam koridor yang penuh dengan ketulusan, kejujuran dan kehangatan. Apalagi, bila gelora itu sudah melibatkan dimensi terdalam pada diri manusia,yaitu CINTA. Cerpen ini layak untuk dipublikasikan di masyarakat dan mendapatkan apresiasi. 

Sunday, November 9, 2014

Pantun Percintaan



Dari hulu menuju kanal
Jangan lagi balik kehulu
Maunya sih kepingin kenal
Apalah daya hati malu
 
pergi kepasar membeli sandal
jangan lupa membawa doku
kalau memang kepingin kenal
katakan saja tak usah malu
 
kalau cerdik cobalah terka
gulalah tebu mabis rasanya
wahai adik cantik jelita
bolehkah abang tahu namanya?
 
Gali lubang buat petakan
Buatlah lubang di dekat rawa
Kalau abang mau kenalan
Datanglah abang di rumah saya
 
Kain kebaya dipakai si janpang
Bekal satu Cuma buat dirinya
Main kerumah itu gampang
Asal tahu nama dan alamatnya
 
Pepaya padat penuh berisi
Kalau dimakan enak rasanya
Nama dan alamat sudah kuberi
Janganlah lupa kunjunganya
 
Kalau ada semur diladang
Ladang pasti akan dijarah
Kalau ada umur panjang
Abang pasti main kerumah
 
Pucuk mentimun bersih sendiri
Tunggu matang akan terasa renyah
Duduk melamun bersedih hati
Menunggu abang datang kerumah
 
Ujunglah badik setajam duri
Diasahnya menjelang petang
Janganlah adik bersedih hati
Karena abang telah datang
 
Nasi uduk masak digarang
Dimakan dengan sambal terasi
Hati adik mendadak  senang
Karena abang tepati janji
 
Diambang petang makan nasi
Makannya pakai wajan
Tak mungkin abang ingkari janji
Pada adik gadis pujaan
 
Begadang makanya wajik
Hisap juga rokok cerutu
Kalau abang cinta adik
Katakan saja I Love You
 
Cinta itu ikatan hati
Jangan dibuat semaunya
Mari kita mengikat janji
Untuk bersama selamanya
 
Pohon randu tubuh di kota
Taman kota pun jadi terhiasi
Rindu di dada tiada terkira
Karena menanti pujaan hati
 
Terbang burung menuju kandang
Karena perut sudah terisi
Abang jadi tidak berani datang
Karena bapakmu galak sekali
 
Saat petang cahaya pun meremang
Waktu itu dikatakan senja
Kalau abang benar benar sayang
Kenapa takut pada calon mertua
 
Buku juga di namakan pustaka
Butuh uang janganlah mencuri
Bukanya abang takut mertua
Tapi abang tidak mau di maki
 
Kena paku ban harus di tambal
Jangan sampai dibawa jalan
Walau ayahku berkumis tebal
Tapi ayahku bukanlah macan
 
Buah bacang bukan papaya
Nanas bersisik bukan berduri
Kalau abang boleh berttanya
Apakah adik masih sendiri?
 
Berlayar kita naik perahu
Layar berkembang di udara
Kalu boleh adik tahu
Apa maksud abang bertanya
 
Jangan dimakan nasi basi
Karena itu sudah terkena hama
Kalau adik masih sendiri
Bolehkan abang jalan bersama
 
Menari harus dengan irama
Tapi jangan seorang diri
Boleh saja jalan bersama
Asal jangan mencuri hati
 
Menjangan bukanlah rusa
Kalau dikejar akan berlari
Kalau memang ada iasa
Apa tak boleh jatuh hati
 
Menulis pakailah tinta
Janganlah memakai gincu
Apa benar abang cinta
Atau abang Cuma merayu
 
Bedak pupur dibuat dari sagu
Untuk menghias wajah sendiri
Wahai adik janganlah ragu
Abang cinta setengah mati
 

Unsur Cerpen "THE LAST FIRST LOVE"

THE LAST FIRST LOVE


Orang-orang bilang, masa sekolah itu masa-masa indah, terutama saat SMA. Entah apa yang membuat mereka berpendapat semacam itu, mungkin menurutku pendapat itu bisa diterima. Salah satu alasan mereka yang bisa kuterima yaitu seperti mereka menceritakan akan hangatnya cinta pertama. Hembusan serta terpaan setiap angin kasih sayang yang mereka sering dengung-dengungkan. Entah apalah maksudnya itu.

Saat pandangan pertama, tepat pada saat aku rasakan getaran yang kau getarkan tepat pada jantung hatiku. Sinar matamu yang indah kau pancarkan tepat pada bola mataku.. Aku Mutia, ya namaku. Saat itu,,

Terlambat, ya kegiatan terlambat atau lebih populer disebut “kesiangan” memang sudah menjadi rutinitasku datang ke sekolah dan duduk di kelas XI IA 3 dengan waktu yang relatif siang, walau gak siang-siang banget sih..


Waktu itu, ku berlari tiga perempat mati. Kutelusuri koridor sekolahku. Jantung ku dag dig dug tak menentu. Cukup satu hal yang membuat ku bisa seperti itu, yaitu kesiangan.

“Tuk…tuk…tuk...” langkah kaki ini makin cepat untuk menuju sebuah ruangan yang kuanggap penuh dengan kesesakan di dalamnya. Kulirik jam tangan calvin klein yang kulilitkan di tangan kiriku.

“Ya ampuunn.. udah jam 7.. aduh bisa kena marah bu diane ini guee” , gumamku dalam hati sambil tak henti-hentinya kaki ini berlari menuju kelas.



Aku pun makin menambah kecepatan lariku tanpa perduli siapa pun yang ada di koridor. Namun tiba-tiba aku pun bertabrakan dengan seseorang yang membuat buku-buku yang kupeluk jatuh berserakan kemana-mana. Aku memang ga tau dia datang dari mana tapi yang jelas dia datangnya dari arah yang berlawanan

“Brukk.. Aduhhhh.!!” Teriakku kepada sesosok cowok yang kukenal dan ternyata itu Dyo, seorang kapten futsal yang cukup popular di sekolahku.



Tubuhnya proposional kulitnya putih dengan hidung yang mancung serta rambut yang sedikit berponi menambah kesan maskulin pada dirinya. Pantas aja banyak cewek di sekolahku yang naksir ke dia. Aku pun bimbang harus berbuat apa.

“Eh,kalo jalan tuh pake mata dong!”, omel ku kepadanya “Dih gw jalan pake kaki ya, lagian juga siapa coba yang ga jelas lari-larian” balas dia sinis.



Jujur, ucapannya tadi membuat nyali ku makin ciut. Aku tau memang aku yang salah, lari-larian ke kelas supaya ga kena omelan bu Diane yang saat itu ia mau mengambil nilai ulangan harian bab Disintegarsi Bangsa. Aku juga sebenarnya malu dengan tindakan ku tadi yang terbilang tidak sopan tapi karena sudah terlanjur, ya sudah aku memberanikan diri untuk menentangnya.

“Yaudah bantuin kek, minta maaf kek. Apa kek..! Liat tuhh buku gue pada jatuh kan nih ahh!!” bentak ku padanya sambil merapikan buku-buku ku yang berserakan di lantai koridor sekolah.

“Lah kenapa gue harus minta maaf coba, jelas yang salah tuh elo ya. Gue lagi jalan nyantai tiba-tiba lo lari-larian ga jelas gitu”. Kata dia dengan nada kesal



Perkataannya barusan makin menyudutkanku. Kulihat jam di tanganku, tak terasa udah jam 07.15. Duhh gawaaatt, gara-gara cowok ini aku jadi makin kesiangan sampai di kelas nanti. Akhirnya aku pun memutuskan untuk segera lekas pergi meninggalkannya dengan muka tanpa dosa.

“Ishh, dasar aneh, gila!” aku mendengar ucapan itu dari mulutnya “bleeeee…” aku membalasnya dengan menjulurkan lidah ku dan berlari meninggalkannya.

***



Rasa yang aneh muncul dalam hatiku. Entah darimana datangnya rasa itu, sangat sulit untuk bisa kuartikan di malam yang penuh dengan taburan bintang di angkasa. Angin lembut yang menerpa kulit ini, malah membuat ku semakin tidak bisa memejamkan mata. Aneh, sedang kurasakan dalam otak teraduk dengan berjuta lamuanku akan sosok yang menabrakku tadi. Semakin kucoba untuk melepas memori yang tadi ku alami, justru bayang-bayang itu semakin hadir dalam pelukan hangat mimpiku dengan berjuta kesunyian. Kesal dan senang, mungkin itu gambaran suasana hatiku di malam ini ketika ku mengingat sosok cowok yang menabrakku tadi. Hal yang pasti kurasa malam ini adalah beban pikiran ku akan Dyo.



Terasa banyak teroran yang masuk ke iPhone 5 putih milikku. Entah siapa itu, aku juga tak mengetahuinya, apalagi menebaknya. Hanya ribuan bahkan jutaan pertanyaan yang bertumpuk di memori otakku. Siapa siapa dan siapa orang yang tiap hari menggangguku dengan ratusan sms ini. Kata-kata penuh mutiara itu membuat mata dan hati ini gundah tak menentu. Hari demi hari sms yang masuk makin membuatku penasaran. Berkali-kali sudah ku bertanya siapa dirinya. Namun, dia hanya menjawab “First Time”. Aku pun bingung sama sekali tidak mengerti apa maksudnya.



Senja ini aku lebih memilih untuk sekedar menikmati langit sore yang indah di tengah hiruk pikuknya ibukota. Lebih tepatnya aku duduk di sebuah ayunan taman yang berada di kompleks rumahku. Suasananya indah, cukup sepi. Tidak seperti biasanya yang ramai dengan anak-anak kompleks yang bermain di situ. Saat ini hanya ada segelintir anak kecil yang sedang asik mengejar kupu-kupu yang menghiasi taman. Namun suasana ini cukup cocoklah dengan kondisi hatiku saat ini. Inilah saat yang tepat untuk menenangkan hati dan pikiran yang cukup rumit. Kupejamkan mata seraya membiarkan angin berhembus menerpa setiap helai rambutku dengan lantunan mesra lagu-lagu klasik yang ku dengar melalui headset dari iPhone 5 ku. Diriku pun terbuai olehnya membuat ku semakin menghayal entah kemana. Hayalanku pun semakin tidak menentu, dan membuat raga ini melayang dalam angan-angan bersama hangatnya sebuah pertemuan akan cinta pertama dalam bayang-bayang imipian yang melanglangbuana entah kemana. Yang ada di pikiranku saat ini adalah sesosok pemain futsal populer.

Semua khayalanku membuyar ketika getaran tanda sms datang dari iPhone ku. Kubuka...ternyata dari orang yang selalu meneror ku rupanya.

<tanpa nama>

Lo penasaran gue siapa?

<mutia>
Y
<tanpa nama>
Temuin gue besok di taman kota jam 16.00



Aku tak menjawab smsnya lagi. Bagiku sudah cukup jelas bahwa besok aku harus datang kesana untuk menjawab pertanyaanku selama ini.

***



“Tim futsal sekolah kita akan berlaga pada pertandingan futsal se-Pulau Jawa” kata-kata itu kudengar dari speaker sekolah yang ada di kelasku. Mendengar hal itu, aku pun menghentukan aktivitas tanganku yang sedang menulis.

“Berarti sekarang dia maen dong, moga kamu menang ya Dyo” doa ku dalam hati, kemudian aku melanjutkan menulis.

Dilapangan, aku melihat rombongan tim futsal segera bersiap-siap menuju mobil sekolah. Sepertinya mereka hendak berangkat. Pukul 9.40, pagi sekali pikirku pertandingannya. Mata ku dan mata Dyo pun saling bertumpu pada satu titik fokus. Aku mencoba tersenyum ramah, tapi dia? Memalingkan muka!

Hari ini, hatiku sangat senang, tepat pukul 14.00 aku mendapat berita bahwa sekolahku menang tanding Futsal. Hari ini pula aku tepat pukul 16.00 akan bertemu dengan pengagum rahasia ku di Taman Kota.

***



Entah berapa lama aku harus menunggu di sini. Setiap detik terasa makin cepat bagiku saat ini. Hari pun makin sore, namun belum ada juga seseorang yang menghampiriku sepertinya. Tiba-tiba handphone ku berdering, tanpa pikir panjang, dengan seyakin-yakinnya kujawab.

“halo, ini siapa?” sapaku

“halo”, sapanya balik “cepat Anda menuju ke Rumah Sakit Cendana ruang 8c melati lantai 3.” Suara berat khas laki-laki di ujung sana. Telefon terputus sebelum aku hendak membalas.



Aku bingung dengan semua ini. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke rumah sakit itu. Untungnya letaknya dekat dengan tempatku menunggu. Aku segera berlari menuju pintu rumah sakit setelah turun dari taksi yang tadi kutumpangi itu. Segera aku menuju ruang 8c melati, dan kuketuk. Ternyata apa yang kulihat? Sesosok laki-laki yang tidak kukenal sedang duduk di sebelah seseorang yang terbaring tertutup kain. Kutaksir sekitar 3 tahun usianya diatasku.

“Anda siapa?” tanyaku

“Saya hanya menolong orang ini dan ketika saya tanya siapa keluarganya yang harus dihubungi, dia meminta saya untuk menghubungi seseorang yang bernama “First Time” di kontaknya. Dia juga meminta saya untuk memberikan bungkusan ini untuknya, dan yang aku lihat dia sempat menulis surat juga, untuk Mutia katanya.” Jelas pria itu panjang lebar, lalu ia memberikan bungkusan itu padaku dan lekas pergi meninggalkan ruangan itu.

Kini hanya aku dan seseorang yang terbungkus kain di ruangan itu. Aku masih enggan dan tidak berkeinginan untuk membuka kain itu. Hatiku terasa, entah apa namanya saat itu ketika kubuka bungkusan itu. Kemudian ku melihat sekotak cokelat ditemani dengan setangkai mawar merah tanpa duri. Sepertinya dia cukup telaten untuk membersihkan mawar itu dari duri-durinya. Lalu kubuka suratnya.



Dear, Mutia

Mutia, sebenernya tanganku ini tak mampu menahan lagi hasrat buat memberikan bingkisan ini untukmu. Bibir ini mencair untuk ucapkan sebuah kata cinta untukmu. Tapi, apa mungkin? Apa mungkin aku dapat lakukan semua ini di saat nafas ini terengah? Saat ragaku lemah dan tak mampu bergerak? Saat mulutku membeku seketika?

Bagaimanapun caranya aku ingin kau menerima bingkisan ini meski dari tangan yang berbeda. Sekali lagi maaf telah bersembunyi dari kemelut perasaan yang tertunda.

Maaf pula aku tak dapat menemuimu di tempat yang kujanjikan.



Surat itu terjatuh dari tanganku. Seolah mimpi menghampiriku saat kulihat nama yang tertera di bawah tanda tangan itu, Dyo. Bingkisan yang ku genggam pun ikut terjatuh. Ternyata, julukan First Time adalah seseorang yang juga aku sayang. First Time, karena kami pertama bertemu.

Hatiku yang penasaran mencoba mengembalikan nyali yang koyak dan menciut. Pelan-pelan ku coba membuka kain penutup tersebut. Dan apa kini yang tengah ku lihat? Kulihat dengan jelas paras seorang cowok tepat pada saat bertemu dan bertabrakan di koridor sekolah lalu. Seorang pemain Futsal terpopuler yang bernomor punggung 27. Dyo, ya itu dyo. Tak kuasa diri ini menahan tangis yang telah siap untuk membanjiri ruangan ini. Seorang yang terbujur kaku di hadapanku ini adalah orang yang sangat kudambakan kehadirannya dalam kehidupanku. Seorang Dyo, cuek nan romantis.



Air mataku masih enggan untuk berhenti. Seolah mengerti akan perasaanku kini. Ku lirik meja di sebelah ranjang, ku lihat ada 2 piala yang berdiri tegak diatasnya dan bertuliskan.

“JUARA 1 PERTANDINGAN FUTSAL SE-PULAU JAWA” ku tersenyum melihatnya. Lalu mataku beranjak mengamati tulisan di piala sebelahnya. “PEMAIN FUTSAL TERBAIK”, semakin dalam kini kurasa. Harusnya saat ini, aku dan Dyo berada di Taman Kota, bukan di rumah sakit.

Ternyata, Dyo mengalami kecelakaan saat menuju ke tempat yang dia janjikan, Taman Kota. Dia mengemudikan sepeda motornya dengan kecepatan yang luar biasa, hingga jiwanya harus berpisah dengan raganya.

Aku beranjak berdiri mengambil surat yang tadi terjatuh. Lalu kuambil pulpen yang tersedia di meja bersebelahan dengan piala tadi. Ku tulis di belakang lembar itu.



“You are my first love of my first time”

*********




Unsur-unsur Instristik dan estristik
Unsur Instristik
1.)    Tema
Cinta pertama dan terakhir di pertemuan pertama
2.)    Alur
Alur maju
3.)    Tokoh
-          Mutia         :  Seorang siswi yang menyukai seseorang kapten futsal diSMAnya
-           Dyo          :  Kapten futsal terpopuler diSMAnya
-          Bu Diane   :  Seorang Guru
4.)    Sudut pandang
Orang pertama pelaku utama dalam cerita
5.)    Latar
-          Pagi hari disekolah (Terburu-buru)
-          Di Kelas
-          Taman Kota di sore hari
-          Koridor Sekolah (Khawatir dan terburu-buru)
-          Senja hari di Ayunan Taman yang berada di Kompleks Rumah Mutia (Suasananya indah, dan cukup sepi)
-          Sore hari di Rumah Sakit Cendana ruang 8c melati lantai 3 (Sedih dan duka)
6.)    Amanat
-          Cobalah beranikan diri untuk mengungkapkan perasaan terhadap seseorang yang dicintai selagi masih ada waktu.
7.)    Watak
-          Mutia         : Tidak mau mengakui kesalahannya, baik, ramah, murah senyum
-          Dyo           : Cuek, misterius, romantis, baik, jutek

Unsur Estristik
1.)    Nilai Sosial      : Bantulah orang yang sedang terkena kecelakaan meskipun bukan bagian dari keluarga.
2.)    Nilai Moral      : Bersikaplah sopan terhadap seumuran maupun yang lebih tua.

3.)    Nilai Budaya   : -